Jumat, 18 April 2014

Manajemen Pemasaran Lanjut

Tugas 2
Penetapan Harga Global
Harga adalah nilai pertukaran atas manfaat produk yang umumnya dinyatakan dalam satuan moneter (rupiah, dollar, dll)

Penentuan harga adalah proses menentukan harga jual dan keuntungan yang diterima.

Tujuan Penetapan Harga :
1. Mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya
2. Menggapai Return On Investment (ROI)
3. Menguasai pangsa Pasar
4. Mempertahankan status quo

Faktor penentu harga :
1. Faktor Internal, meliputi
1. Tujuan pemasaran (biaya, penguasaan pasar, dan usaha)
2. Strategi marketing mix (aspek harga dan non harga)
3. Organisasi (struktur, skala, dan tipe)

2. Faktor Eksternal, meliputi
1. Elastisitas permintaan dan kondisi persaingan pasar
2. Harga pesaing dan reaksi pesaing terhadap perubahan harga
3. Lingkungan eksternal yang lain, lingkungan mikro (pemasok, penyalur, asosiasi dan masarakat) maupun lingkungan makro (pemerintah, cadangan sumberdaa, keadaan social, dsb)

LINGKUNGAN EKSTERNAL
Tahap penentuan harga :
Terutama untuk produk baru, penetuan harga perlu melalui prosedur eberapa langkah sebagai berikut :
1. Memilih tujuan dan orientasi harga
2. Memperkirakan permintaan produk dan perilakunya
3. Memperkirakan biaa dan perilakuna
4. Melakukan analisis perilaku pesaing
5. Menentukan strategi harga
6. Menyesuaikan harga akhir

Kaitan antara tujuan, orientasi dan strategi harga :
TUJUAN :LINGKUNGAN INTERNAL
LINGKUNGAN EKSTERNAL

Tujuan dan Strategi Penetapan Harga Global :
Ada sejumlah strategi penetapan harga yang tersedia bagi para pemasar global. Meskipun demikian, sasaran secara keseluruhan haruslah berupa kontribusi pada tujuan penjualan dan laba perusahaan di pasar global. Strategi berorientasi pada pelanggan (customer-oriented strategies) seperti market skimming, penetration, dan market holding bisa digunakan apabila persepsi konsumen dijadikan sebagai pedoman utama. Penetapan harga global bisa pula didasarkan pada kriteria eksternal lainnya, seperti eskalasi biaya manakala barang yang dikirimkan antar batas Negara. Isu penetapan harga global bisa juga diintegrasikan secara penuh dalam proses perancangan produk, sebagaimana banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan Jepang. Harga dalam pasar global harus selalu dievaluasi secara regular dan disesuaikan bilamana diperlukan. Selain itu, tujuan penetapan harga bisa bervariasi, tergantung pada tahap siklus hidup produk dan situasi persaingan di masing-masing negara tujuan pemasaran.
1. Market Skimming. Strategi penetapan harga market skimming merupakan usaha secara sistematis untuk menjangkau dan malyani segmen pasar yang bersedia membayar harga premium (harga mahal) untuk suatu produk. Dalam hal ini, produk harus memiliki nilai yang tinggi bagi para pembeli. Biasanya strategi ini diterapkan dalam tahap perkenalan pada tahap siklus hidup produk, dimana kapasitas produksi dan persaingan masih sangat terbatas. Melalui penetapan harga yang tinggi, maka permintaan terbatas pada early adopters yang bersedia dan mampu membayar harga tersebut. Salah satu tujuan strategi ini adalah memaksimumkan pendapatan pada volume yang terbatas dan menyesuaikan permintaan dengan penawaran yang tersedia. Tujuan lainnya adalah memperkuat persepsi pelanggan mengenai nilai produk yang tinggi. Bila hal ini terjadi, maka harga menjadi bagian dari strategi positioning produk total.

2. Penetration Pricing. Penetapan harga penetrasi menggunakan harga sebagai senjata bersaing guna meraih posisi pasar. Mayoritas perusahaan yang menggunakan strategi ini dalam pemasaran internasional berada di kawasan Pasifik. Pabrik berskala efisien dan rendahnya upah tenaga kerja memungkinkan perusahaan-perusahaan tersebut ‘merebut’ pasar. Bahwa pengekspor pertama kali kemungkinan besar tidak menggunakan penetapan harga penetrasi. Alasannya sederhana : penetapan harga penetrasi sering berarti produk dijual dengan merugi untuk periode yang cukup lama. Perusahaan yang masih baru dalam bidang ekspor tidak dapat memikul beban rugi seperti itu. Mereka tidak memiliki system pemasaran (termasuk transportasi, distribusi, dan organisasi penjualan) yang memungkinkan perusahaan global, seperti sony, memanfaatkan strategi penetrasi secara efektif. Kendati demikian, perusahaan yang produknya tidak bisa dipatenkan mungkin menggunakan strategi penetrasi untuk mencapai kejenuhan pasar sebelum produknya ditiru para pesaing.


3. Market Holding. Strategi ini banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang ingin mempertahankan pangasa pasarnya. Dalam praktik pemasaran yang hanya melayani satu Negara, strategi ini sering diikuti pula strategi merespon setiap penyesuaian harga (menaikkan atau menurunkan harga) oleh para pesaing. Misalnya, sebuah perusahaan penerbangan mengumumkan harga diskon khusus, maka perusahaan pesaingnya harus segera bereaksi jika tidak ingin kehilangan penumpang. Dalam pemasaran global, fluktuasi nilai mata uang sering memicu penyesuaian harga. Sejumlah perusahaan Amerika menggunakan strategi ini pada pada permulaan hingga pertengahan decade 1980-an saat dollar mengalami apresiasi terhadaop sebagian besar mata uang lainnya. Jika perusahaan internasional yang berpusat di Amerika tetap mempertahankan tingkat harganya, maka nilai tukar dollar terapresiasi secara otomatis akan menyebabkan kenaikan harga produk-produk buatan Amerika. Akibatnya, harga produk Amerika menjadi kurang kompetitif. Oleh sebab itu, perusahaan-perusahaan Amerika kemudian mengubah strategi harganya, yaitu tidak lagi mendasarkan pada harga di Amerika (dalam dollar) yang kemudian dikonversikan ke mata uang lain. Sebaliknya, harga ditetapkan atas dasar situasi persaingan di masing-masing pasar internasional dan kemampuan serta kesediaan membeli konsumen di setiap Negara.
Disamping itu, mata uang home country yang kuat dan melonjaknya biaya di home country juga bisa mendorong perusahaan untuk mempertahankan pangsa pasarnya dengan berbagai cara. Di antaranya, dengan melakukan outsourcing (baik Negara tujuan pemasaran maupun di Negara ketiga) dan perjanjian lisensi. Dengan demikian, pada prinsipnya strategi market holding bermakna bahwa perusahaan harus secara cermat menilai seluruh biayanya guna menjamin daya saing di pasar sasaran.

4. Cost Plus/ Price Escalation. Perusahaan yang baru pertama kali melakukan aktivitas ekspor sering mnerapkan strategi cost-plus pricing untuk memperoleh pijakan dalam pasar global. Metode tradisisonal yang banyak dipakai adalah historical accounting cost method yang menghitung semua biaya pemanufaktur langsung dan tidak langsung, serta biaya overhead, sedangkan metode yang relative baru adalah estimated future cost method. Cost-plus pricingmenjumlahkan seluruh biaya yang diperlukan agara produk sampai ke tempat tujuan, ditambah biaya pengiriman dan biaya tambahan lainnya, serta persentase laba. Keunggulan utama metode ini terletak pada kemudahan perhitungan dan penentuan harganya. Namun, kelemahannya adalah pendekatan ini mengabaikan permintaan dan situasi persaingan di pasar sasaran. Oleh sebab itu, harga yang ditetapkan berdasarkan historical accounting cost-plus sering terlalu mahal atau terlampau murah dibandingkan dengan kondisi pasar dan persaingan. Bila harga berdasarkan metode ini tepat, maka hal itu lebih banyak karena faktor kebetulan.
Sementara itu, price escalation merupakan kenaikan harga produk karena adanya tambahan biaya transportasi, bea masuk, dan marjin distributor. Dalam kaitannya dengan eskalasi harga, ada beberapa istilah menyangkut syarat perdagangan yang berlaku universal (disebut pula Incoterms). Setiap transaksi komersial didasarkan pada kontrak penjualan dan persyaratan perdagangan yang digunakan dalam kontrak. Hal ini mempunyai fungsi penting dalam menentukan tempat kepemilikan barang dagangan yang dipindahkan dari penjual ke pembeli. Incoterm yang berlaku untuk semua wahana transportasi terdiri atas dua macam, pertama, ex-works yang berarti penjual menempatkan barang untuk dibawa oleh pembeli pada waktu yang ditentukan dalam kontrak. Pembeli menerima penyerahan barang di tempat penjual dan menanggung semua resiko serta pengeluaran sejak saat itu. Kedua, delivered duty paid, yang berarti bahwa penjual berkewajiban menyerahkan barang kepada pemebeli di tempat yang diminta di negara pengimpor dengan semua biaya, termasuk bea masuk sudah dibayar lunas. Dengan kontrak ini, penjual bertanggung jawab memperoleh lisensi impor bila dibutuhkan.
Selain itu, terdapat pula empat incoterm yang berlaku hanya untuk transportasi lewat laut. Pertama, Free Alongside Ship (FAS) yang menetapkan bahwa penjual harus menempatkan barang di dekat kapal, atau siap dinaikkan ke atas kapal atau alat transportasi lainnya dan membayar semua biaya sampai di tempat itu. Tanggung jawab legal penjual berakhir setelah ia memperoleh tanda terima wharfagetanpa cacat. Kedua, Free On Board yang mengatur bahwa tanggung jawab dan kewajiban penjual belum berakhir sampai barangnya benar-benar berada di atas kapal. Persyaratan ini harus menyebutkan “FOB nama kapal (nama pelabuhan)”. Ketiga, CIF (cost, insurance, freight) yang menegaskan bahwa resiko kerugian atau kerusakan barang dialihkan kepada pembeli setelah barang telah dimuat ke kapal. Namun, penjual harus membayar biaya transportasi untuk barang itu sampai ke pelabuhan tujuan, termasuk biaya asuransi. Keempat, CFR (cost and freight) yang sama dengan CIF, kecuali penjual tidak bertanggung jawab atas resiko atau kerugian di mana pun di luar pabrik.
Di luar beberapa incoterm yang sudah dibahas di atas, masih terdapat satu lagi istilah yang berkaitan dengan transporatsi udara, kereta api, dan multiwahana (kombinasi beberapa wahana/sarana transportasi). Istilah yang dimaksud adalah FCA (Free Carrier) yang berarti bahwa penjual telah memenuhi kewajibannya begitu barang yang sudah boleh diekspor diserahkan kepada alat pengangkut yang ditunjuk oleh pembeli di tempat yang ditunjuk (misalnya bandara, stasiun kereta api, atau pabrik penjual).
5. Strategic Sourcing. Pemasar global memiliki beberapa pilihan untuk mengatasi masalah eskalasi harga. Pilihan-pilihan tersebut dipengaruhi karakteristik produk dan tingkat persaingan. Dalam alternative pertama (low-wage strategy), pemasar produk akhir yang diproduksi secara domestic mengalihkan fasilitas produksinya ke negara-negara yang berpendapatan lebih rendah dan tingkat upahnya lebih rendah. Peralihan ini bisa menyangkut pasokan komponen tertentu atau bahkan produk jadi. Yang terpenting adalah perusahaan bisa menekan biaya yang pada gilirannya berdampak pada harga yang kompetitif. Strategi ini diterapkan oleh perusahaan penghasil sepatu olahraga, diantaranya Nike, Reebok, LA Gears, dan Kickers yang melakukan outsourcingproduknya di Asia Tenggara, serta New Balance yang mengimpor komponen sepatu dari beberapa Negara berpenghasilan lebih rendah.
Alternative strategi kedua adalah melakukan outsourcing 100% atau produk jadi di dekat atau di dalam pasar local. Hal ini bisa direalisasikan dengan cara lisensi, usaha patungan (joint venture), dan kesepakatan transfer teknologi. Melalui strategi ini, pemanufaktur bisa hadir langsung di pasar yang ingin dimasukinya, sehingga eskalasi harga akibat biaya manufaktur dan transportasi yang tinggi tidak lagi menjadi masalah.
Alternative ketiga adalah melakukan audit komprehensif dan menyekuruh terhadap struktur distribusi di pasar sasaran. Rasionalisasi struktur distribusi di pasar internasional. Rasionalitas bisa meliputi pemilihan perantara baru, pemberian tanggung jawab baru perantara lama, dan pengembangan operasi pemasaran langsung. Contoh perusahaan yang sukses menerapkan strategi ini adalah Toy’s R Us yang mampu menembus pasar mainan di Jepang dengan cara merampingkan jenjang distribusi dan menerapkan system pergudangan yang seperi di Amerika


Ada tiga alternative kebijakan penetapan harga global, yaitu extension/ ethnocentric, adaptation/ polycentric, dan invention/ geocentric.

1. Kebijakan Penetapan Harga Extension/Ethnocentric. Dalam kebijakan ini, harga suatu produk akan sama diseluruh dunia dan importer menanggung biaya pengiriman dan bea impor. Pendekatan ini memiliki keunggulan, yaitu sangat sederhana karena implementasinya tidak membutuhkan informasi mengenai kondisi pasar atau persaingan. Namun, kelemahan pendekatan ini juga terletak pada kesederhanaannya. Pendekatan ini mengabaikan situasi persaingan dan pasar setiap pasar nasional. Akibatnya, laba perusahaan di setiap pasar nasional maupun secara global tidak maksimum.

2. Kebijakan Penetapan Harga Adaptation/Polycentric. Dalam kebijakan ini, perusahaan memberikan wewenang kepada para manajer kantor cabang untuk menetapkan sendiri tingkat harga yang dirasa paling cocok untuk situasi yang mereka hadapi. Dalam pendekatan ini, tidak ada kendali atau persyaratan perusahaan bahwa harga harus dikoordinasikan antar negara. Satu-satunya kendala dalam pendekatan ini adalah menentukan harga transfer dalam system korporasi. Pendekatan ini seperti ini sangat sensitive terhadap kondisi local, namun bisa menciptakan peluang arbitrase produk dalam kasus di mana disparitas harga pasar local melampaui biaya transporatsi dan bea cukai antar negara. Bila situasi seperti ini terjadi, maka ada peluang bagi manajer perusahaan untuk memanfaatkan disparitas harga dengan cara membeli produk di pasar yang harganya lebih murah dan menjualnya di pasar yang harganya lebih mahal. Selain itu, ada pula masalah lain dalam kebijakan penetapan harga adaptasi, yaitu bahwa pengetahuan dan pengalaman berharga dalam system korporasi menyangkut strategi penetapan harga yang efektif tidak berlaku untuk setiap keputusan penetapan harga lokal. Strategi tersebut tidak berlaku karena para manajer local bebas menentukan harga yang menurutnya mereka paling cocok dan mereka mungkin tidak mengetahui sepenuhnya mengenai pengalaman perusahaan ketika mereka membuat keputusan.

3. Kebijakan Penetapan Harga Invention/Geocentric. Dalam pendekatan ini, perusahan tidak menetapkan satu harga untuk diberlakukan di seluruh dunia dan juga tidak menyerahkan keputusan penetapan harga kepada cabang perusahaan, namun justru mengambil posisi di antara keduanya. Asumsi yang mendasari penerapan strategi ini adalah bahwa terdapat faktor-faktor pasar local yang unik yang harus dipahami dalam membuat keputusan harga. Faktor-faktor pasar lokal yang unik yang harus dipahami dalam membuat keputusan harga. Faktor-faktor tersebut meliputi biaya local, tingkat penghasilan, persaingan, strategi pemasaran lokal. Biaya lokal ditambah dengan pengembalian investasi modal dan personalia menentukan batas bawah harga (price floor) untuk jangka panjang. Akan tetapi, dalam jangka pendek sebuah perusahaan bisa memutuskan untuk menetapkan tujuan penetrasi pasar dan menetapkan harga di bawah nilai pengembalian cost-plus menggunakan pemasok ekspor untuk membangun pasar. Tujuan jangka pendek lainnya berupa estimasi ukuran pasar pada harga tertentu yang akan mendatangkan laba, sekalipun memakai pemasok lokal dan skala output tertentu. Daripada membangun fasilitas, pasar sasaran mungkin mula-mula dipasok dari sumber pasokan eksternal yang berbiaya tinggi. Jika harga dan produk ternyata diterima di pasar, maka perusahaan dapat membangun fasilitas manufaktur local untuk mengembangkan lebih lanjut peluang pasar yang sudah diketahui dengan cara yang menguntungkan, maka perusahaan dapat mencoba mengubah harga produk karena perusahaan belum mengikat perjanjian deangan fasilitas manufaktor lokal untuk menjual produk dengan volume tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar